Tuesday 3 June 2014

HUKUM JUAL BELI VIA ONLINE



   Sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi,bertransaksi telah dipermudah dengan adanya layanan-layanan dari dari fasilitas di berbagai kemajuan teknologi tak terkecuali media infomasi dan komunikasi, diantaranya melalui fasilitas internet.
Dg fitur-fitur yang ditawarkan internet, missal situs-situs bertujuan untuk promosi, maka proses transaksi antar penjual dan pembeli tidak harus bertemu fisik secara langsung tetapi cukup berkomunikasi melalui media internet
   Lalu bagaimana kaca mata Fiqh memandang hal ini? Pada dasarnya, ada empat macam transaksi jual beli yang diterangkan dalam kitab-kitab salaf (di kitab istilahnya Ba’i) antara lain:
[a] Ba’i ‘ain musyahadah yaitu jual beli yang sudah jelas barangnya dan dapat dilihat.
[b] Ba’i maushuf fidz dzimah  adalah jual beli sesuatu dengan menyebutkan sifat,seperti kita membeli barang yang tidak diketahui atau tidak dapat dilihat tapi disitu terdapat sifat-sifat atau gambaran barang tersebut.Hukumnya boleh ketika ditemukan sifat yang telah disebutkan.
[c] Ba’i ‘ain ghoibah ialah jual beli barang yang barangnya tidak diketahui dan tidak dapat dilihat. Model ini hukumnya tidak boleh sebab adanya larangan jual beli penipuan
[d] Ba’i manfa’at yaitu jual beli manfaat barang atau disebut dengan ijaroh(sewa). (al-Iqna’,ll,2-3)
   Model jual beli online sendiri termasuk dalam kategori ba’I fidz dzimmah. Sebab,penjual menyebutkan sifat-sifat produk yang dijualnya, disertai dengan harganya. Dengan disebutkan cirri-ciri serta sifat barang itu secara jelas, maka konsumen tidak lagi samar. Penyebutan tersebut bisa menggunakan tulisan,ataupun visual berupa gambar.
Kemudian persoalan lain,apakah dalam jual beli online mendapatkan shighat? Sebenarnya dalm jual beli apapun harus ada rasa saling meridlai antara dua belah pihak, karena sabda nabi:  

إنما البيع عن تراضٍ
“sesungguhnya jual beli itu saling meridlai”(sunan ibnu majah,Vl,419)
   Tetapi, akrena ridla tidak dapat dilihat dari luar,tempatnya dalam hati,maka untuk mengetahui apakah sudah ada rasa ridla atau belum anatra penjual dan pembeli daperlukan shighat. Shighat menjadi pertanda kerelaan barang yang dibeli atau dijual. Dalam jual beli online banyak yang tidak menggunakan fasilitas audio. Sementara, jual beli membutuhkan shighat.sdangkan dalam praktek ini shighat yg digunakan adalah tulisan. Akrena yg dimaksudkarena yg dimaksud shighat adalah sesuatu yang menunjukkan maksud,baik berupa lafadz,tulisan,maupun isyarat.(Fath al-mu’in,lll,6 hawasyi asy-syarwani,Vl,366)
  Jual beli online termasuk dalam model jual beli yg dilakukan antara penjual dan pembeli dalam tempat yang terpisah, artinya yang namanya jual beli online itu tidak pada satu majlis( satu tempat). Kacamata fiqh memandang hal ini sah-sah saja.bahkan ketika shighat antara penjual dan pembeli menggunakan tulisan pun,masih disah kan transaksinya walaupun ada waktu tenggang anatra ijab dan qobul,atau disela dengan lafadz yang tidak ada hubungannya dengan akad.tetapi hal ini khusus jika shighatnya menggunakan tulisan.(tuhfah al-muhtaj fi syahri al-manhaj,XVl,249)
   Dalam praktik transaksi jual beli online mungkin hanya menetukan kesepakatan harga, karena lazimnya jual beli online sifat-sifat barang yang ditawarkan sudah dipaparkan secara jelas.jika sifatnya sesuai dengan yang dipromosikan,maka pembeli wajib menerima barang yang telah dikirim,karena sudah terjadi akad yang sah.tetapi  ketika abrang yang dikirim ternyata tidak sesuai dengan yang ditawarkan di internet, pembeli boleh memilih antara jadi dan tidak. Simpelnya ,pembeli boleh menerima barabg yang sudah dikirim,atau tidak menerimanya dan uang kembali.(al-Iqna’,ll,2)
   Problem yang muncul dalam jual beli model ini adalah penjual mengatakan suatu barang yang telah diserahkannya tidak terdapat cacat, padahal terdapat kecacatan pada barang itu. Penjual merasa kalau barang yang dulu dikirimnya bukan barang cacat tadi. Ada pro dan kontra antara keduanya,bila hal ini terjadi, karena yang dilaksanakan adalah akad bai’, maka yang dimenangkan adalah pihak penjual, sebab ada kaidah fiqh yang mengatakan, “al ashlu as salamah” aslinya barang tersebut bebas dari cacat.(raudlah at-thalibin wa ‘umdah almuftin,l,485)
   Intinya, jual beli online hukumnya boleh dan masuk dalam akad bai’. Dan penerimaan barangnya memerlukan tempo yang ditentukan. Karena termasuk rukhsah(dispensas)
Yang asalnya jual beli barangyang tidak dapat dilihat itu tidak boleh menjadi boleh,karna telah disebutkan sifat-sifat barang yang nantinya bakal diterima. Juga dengan adanya kebutuhan bagi konsumen.

0 comments:

Post a Comment