Sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi,bertransaksi
telah dipermudah dengan adanya layanan-layanan dari dari fasilitas di berbagai
kemajuan teknologi tak terkecuali media infomasi dan komunikasi, diantaranya
melalui fasilitas internet.
Dg fitur-fitur yang ditawarkan internet, missal situs-situs
bertujuan untuk promosi, maka proses transaksi antar penjual dan pembeli tidak
harus bertemu fisik secara langsung tetapi cukup berkomunikasi melalui media
internet
Lalu bagaimana kaca mata Fiqh memandang hal ini? Pada
dasarnya, ada empat macam transaksi jual beli yang diterangkan dalam
kitab-kitab salaf (di kitab istilahnya Ba’i) antara lain:
[a] Ba’i ‘ain musyahadah yaitu jual beli yang sudah jelas
barangnya dan dapat dilihat.
[b] Ba’i maushuf fidz dzimah
adalah jual beli sesuatu dengan menyebutkan sifat,seperti kita membeli
barang yang tidak diketahui atau tidak dapat dilihat tapi disitu terdapat
sifat-sifat atau gambaran barang tersebut.Hukumnya boleh ketika ditemukan sifat
yang telah disebutkan.
[c] Ba’i ‘ain ghoibah ialah jual beli barang yang barangnya
tidak diketahui dan tidak dapat dilihat. Model ini hukumnya tidak boleh sebab
adanya larangan jual beli penipuan
[d] Ba’i manfa’at yaitu jual beli manfaat barang atau
disebut dengan ijaroh(sewa). (al-Iqna’,ll,2-3)
Model jual beli online sendiri termasuk dalam kategori ba’I
fidz dzimmah. Sebab,penjual menyebutkan sifat-sifat produk yang dijualnya,
disertai dengan harganya. Dengan disebutkan cirri-ciri serta sifat barang itu
secara jelas, maka konsumen tidak lagi samar. Penyebutan tersebut bisa
menggunakan tulisan,ataupun visual berupa gambar.
Kemudian persoalan lain,apakah dalam jual beli online
mendapatkan shighat? Sebenarnya dalm jual beli apapun harus ada rasa saling
meridlai antara dua belah pihak, karena sabda nabi:
إنما البيع عن تراضٍ
“sesungguhnya jual beli itu saling meridlai”(sunan ibnu
majah,Vl,419)
Tetapi, akrena
ridla tidak dapat dilihat dari luar,tempatnya dalam hati,maka untuk mengetahui
apakah sudah ada rasa ridla atau belum anatra penjual dan pembeli daperlukan
shighat. Shighat menjadi pertanda kerelaan barang yang dibeli atau dijual.
Dalam jual beli online banyak yang tidak menggunakan fasilitas audio.
Sementara, jual beli membutuhkan shighat.sdangkan dalam praktek ini shighat yg
digunakan adalah tulisan. Akrena yg dimaksudkarena yg dimaksud shighat adalah
sesuatu yang menunjukkan maksud,baik berupa lafadz,tulisan,maupun isyarat.(Fath
al-mu’in,lll,6 hawasyi asy-syarwani,Vl,366)
Jual beli online
termasuk dalam model jual beli yg dilakukan antara penjual dan pembeli dalam
tempat yang terpisah, artinya yang namanya jual beli online itu tidak pada satu
majlis( satu tempat). Kacamata fiqh memandang hal ini sah-sah saja.bahkan
ketika shighat antara penjual dan pembeli menggunakan tulisan pun,masih disah
kan transaksinya walaupun ada waktu tenggang anatra ijab dan qobul,atau disela
dengan lafadz yang tidak ada hubungannya dengan akad.tetapi hal ini khusus jika
shighatnya menggunakan tulisan.(tuhfah al-muhtaj fi syahri al-manhaj,XVl,249)
Dalam praktik
transaksi jual beli online mungkin hanya menetukan kesepakatan harga, karena
lazimnya jual beli online sifat-sifat barang yang ditawarkan sudah dipaparkan
secara jelas.jika sifatnya sesuai dengan yang dipromosikan,maka pembeli wajib
menerima barang yang telah dikirim,karena sudah terjadi akad yang sah.tetapi ketika abrang yang dikirim ternyata tidak
sesuai dengan yang ditawarkan di internet, pembeli boleh memilih antara jadi
dan tidak. Simpelnya ,pembeli boleh menerima barabg yang sudah dikirim,atau
tidak menerimanya dan uang kembali.(al-Iqna’,ll,2)
Problem yang muncul
dalam jual beli model ini adalah penjual mengatakan suatu barang yang telah
diserahkannya tidak terdapat cacat, padahal terdapat kecacatan pada barang itu.
Penjual merasa kalau barang yang dulu dikirimnya bukan barang cacat tadi. Ada pro
dan kontra antara keduanya,bila hal ini terjadi, karena yang dilaksanakan adalah
akad bai’, maka yang dimenangkan adalah pihak penjual, sebab ada kaidah fiqh
yang mengatakan, “al ashlu as salamah” aslinya barang tersebut bebas dari
cacat.(raudlah at-thalibin wa ‘umdah almuftin,l,485)
Intinya, jual beli
online hukumnya boleh dan masuk dalam akad bai’. Dan penerimaan barangnya
memerlukan tempo yang ditentukan. Karena termasuk rukhsah(dispensas)
Yang asalnya jual beli barangyang tidak dapat dilihat itu
tidak boleh menjadi boleh,karna telah disebutkan sifat-sifat barang yang
nantinya bakal diterima. Juga dengan adanya kebutuhan bagi konsumen.